Warta

Harga Pertalite Bakal Naik

KLIK BALIKPAPAN – Pemerintah memberi sinyal rencana menaikan harga jual pertalite dan solar, dalam waktu dekat. Hal itu diutarakan Menteri ESDM Arifin Tasrif, pada Rabu 13 April 2022.

Saat rapat bersama Komisi VII DPR, Arifin menyampaikan, saat geopolitik global masih memanas dan harga minyak dunia berada di atas angin, maka APBN memiliki beban.

Alasannya, lanjut Arifin, kenaikan harga minyak dunia 1 dolar AS akan berdampak terhadap beban APBN yang mencapai Rp 5,7 triliun. Untuk menyikapi hal itu, pemerintah memiliki opsi menaikan harga BBM.

“Strategi menghadapi dampak kenaikan harga minyak dunia untuk jangka menengah akan dilakukan penyesuaian harga Pertalite dan Solar,” paparnya. Ia berujar saat ini Indonesian Crude Price atau ICP per April, dibandrol menjadi 113 dolar AS per barel. Sedangkan, APBN hanya mematok 63 dolar AS per barel.

Namun Arifin memastikan harga bensin Pertalite dan Solar subsidi pada periode 1 April 2022 tidak mengalami perubahan. Masing-masing masih dipertahankan di harga kisaran Rp 7.650 per liter dan Rp 5.150 per liter. Sedangkan harga Pertamax atau RON 92 telah mengalami kenaikan di kisaran Rp 12.500 – Rp 13.000 per liter. Yang sebelumnya hanya Rp 9.000 – Rp 9.400 per liter.

Related Articles

Untuk harga Solar nonsubsidi kini sudah dipatok sebesar Rp 12.950 – Rp 13.550 per liter untuk jenis Dexlite atau CN 51. Ada selisih sekitar Rp 7.800 per liter dengan harga Solar bersubsidi.

Opsi menaikan harga pertalite itu dikritisi Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal. Ia menilai, seharusnya pemerintah memprioritaskan cara penyaluran subsidi energi.

“Bukan malah menaikan harga jual ke masyarakat,” jelasnya. Ia khawatir dengan kenaikan harga Pertalite, kemungkinan besar laju inflasi tidak terbendung.

Sampai akhir 2022, pemerintah sendiri telah mematok inflasi sebesar 3 persen ± 1 persen (yoy).

“Dampak inflasinya sangat besar dan ini akan ditanggung oleh masyarakat kelas bawah,” tegas Faisal, dikutip dari ROL. Dengan kenaikan harga jual Pertalite, daya beli masyarakat bisa terpangkas dan pertumbuhan konsumsi bakal stagnan. Daya beli yang lemah akan berujung menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tidak maksimal.

“Sehingga dampaknya meluas, dari penyerapan tenaga kerja rendah dan upaya pengentasan kemiskinan terganggu,” tuturnya.

Mengutip CNBC, per Senin (11/4/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, justru mengalami pennurunan 73 sen menjadi USD102,05 per barel. Untuk patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, turun 75 sen menjadi USD97,51 per barel.

Sejumlah negara anggota Badan Energi Internasional akan melepaskan 60 juta barel selama enam bulan ke depan. Dan Amerika Serikat mencocokkan jumlah itu sebagai bagian dari pelepasan 180 juta barel.

Tak hanya pertalite dan solar. Di awal April 2022, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberi sinyal kenaikan harga Pertalite, LPG 3 kg, dan tarif listrik. Kenaikan akan dilakukan bertahap.

“Jadi overall yang akan terjadi nanti pertamax, pertalite naik. Premium belum. Mengenai gas yang 3kg itu juga bertahap. Jadi nanti April, nanti Juli, nanti September. Itu semua bertahap dilakukan pemerintah,” ujar Luhut pada awak media, Jumat 1 April 2022.

Direktur Center of Economic and Law Studie Bhima Yudhistira mengungkap sejumlah dampak yang bakal terjadi jika pemerintah menaikkan harga gas LPG 3 kilogram. Salah satunya, daya beli masyarakat akan menurun.

Bhima mengatakan, naiknya harga LPG jenis subsidi berisiko terhadap daya beli 40 persen kelompok pengeluaran terbawah sangat besar. Apalagi sebelumnya LPG nonsubsidi sudah naik dua kali, sehinga banyak konsumen yang turun kelas mengonsumsi LPG 3 kg.

“Efek terburuknya penutupan pelaku usaha UMKM di sektor makanan dan minuman karena tidak kuat menanggung naiknya biaya produksi. Bisa jadi UMKM gulung tikar,” ujarnya.

Jika pemerintah menaikkan LPG 3 kg dan Pertalite secara bersamaan, Bhima mengingatkan, inflasi bisa menembus 5 persen di akhir tahun ini. Dampak lainnya, angka pengangguran naik melesat.

“Kita bisa perkirakan berapa banyak yang jadi pengangguran baru. Apalagi 97 persen serapan tenaga kerja ada di UMKM.  Efek lain, kalau tidak hati-hati bisa sebabkan panic buying,” ingatnya.

I Pewarta: Siska I Redaktur: Muchlis

Back to top button