Ongkos Bangunan IKN Dinilai Mahal
KLIK BALIKPAPAN – Ongkos pembangunan istana negara di Ibu Kota Baru Nusantara, dinilai terlalu mahal untuk satu fungsi bangunan. Itu dibeberkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Dalam analisanya, praktek arsitektur desain awal tidak melulu langsung dibuat lantaran ada kompromi lain. Seperti biaya teknis, bahan material dan selera klien.
“Sehingga desain awal istana masih harus dikawal dan dikaji,” tegas Ridwan Kamil dalam diskusi Ikatan Arsitek Indonesia aka IAI, dikutip dari CNBCIndonesia, Rabu 9 Februari 2022.
Ia mengingatkan hasil akhir umunya tidak sama dengan desain awal.
“Tapi itu keputusan politiknya, termasuk istana negara hingga Rp 2 triliun, nggak masuk akal. Membelanjakan Rp 2 triliun untuk satu fungsi bangunan agak berlebihan,” ujar Emil, sapaan karibnya.
Ia melihat presiden punya otoritas memilih bangunan sesuai seleranya. Seperti Presiden Soekarno yang membangun Jakarta sesuai seleranya, terkait patung dan gigantisme.
Kendati demikian, ia mengusulkan harus ada pendampingan dari asosiasi arsitek sebagai pembisik atau penasihatnya. Supaya asosiasi terlibat dalam proses pembangunan ini.
“Ada perdebatan desain garuda besar dan pilihan material menjadi Rp 2 triliun itu dari material (mahal, red) bukan dari luas bangunan. Itu pilihan monumental bikin patung tapi seolah-olah bangunannya mahal. Ini momen IAI punya sikap dan didengar masyarakat karena menyangkut nama baik bangsa di masa depan,” papar Ridwan.
Kang Emil juga mengusulkan konsep pembangunan kawasan IKN. Ada formula yang patut dilakukan agar kelak Kota Nusantara hidup. Tidak menjadi kota mati.
“Ada rumus dalam ilmu saya itu 3D yaitu, Desain, Density, dan Diversity. Desain saja tanpa diversity itu seperti yang terjadi di Sudirman – Thamrin hanya kantor saja, habis magrib tidak ada kegiatan. Jadi fungsinya harus campuran,” terangnya.
Ia menganalisa, urban Planning Modern saat ini tidak memisahkan fungsi itu, sehingga harus campuran. Termasuk memberi perhatian pada pengembangan seperti kota hijau berkelanjutan hingga smart city sebagai pelengkap.
Selain itu saat masuk ke istana negara tidak kaku, supaya seperti masuk kawasan khusus yang dibangun dalam wilayah tanah yang luas. Melainkan bagian dari urban desain.
Total dana yang dibutuhkan untuk pembangunan IKN baru mencapai Rp 466 triliun. Sedangkan untuk pembangunan kawasan pemerintahan termasuk istana membutuhkan anggaran Rp 51 triliun.
Sekretaris Jenderal Ikatan Arsitek Indonesia aka Sekjen IAI, Ariko Andikabina, sejak tahun lalu, telah mengingatkan soal lambang Garuda dalam desain IKN.
Ia mengingatkan lambang itu seperti patung atau baiknya dijadikan sebuah monumen, bukan desain gedung itu sendiri. “Burung garuda itu saya nggak tau kontroversi atau tidak, yang jelas itu menjadi perbincangan publik. Kita dalam kerangka burung garuda, sebenarnya dalam hal apa cocok kita letakkan, jadi tentu kita bisa membedakan arsitektur dengan patung,” ujarnya, sebagaimana dilansir Jawapos, Minggu (4/4/2021).
Menurutnya burung garuda laiknya dibuat sebagai monumen. “Karena itu kita perlu membedakan antara arsitektur dan patung untuk didudukkan pada tempat yang seharusnya,” tegasnya.
I Pewarta: Zen I Redaktur: Jihana