Klik Tizen

Skenario Pemilihan Wawali Balikpapan

KLIK BALIKPAPAN – Hampir setahun usai pelantikan Rahmad Mas’ud sebagai Wali Kota Balikpapan, sampai kini kursi wakilnya belum terisi. Rahmad dilantik pada 31 Mei 2021. Sejak itu, ia resmi menjadi Wali Kota Balikpapan ke-10 yang menahkodai kota ini.

Di Pilkada 2020, Rahmad Mas’ud berpasangan dengan mendiang Thohari. Pasangan ini paduan dua partai raksasa di Balikpapan. Rahmad memimpin Golkar Balikpapan, mendiang Thohari mantan nahkoda PDIP Balikpapan, yang kini diganti Budiono.

Mereka didukung koalisi raksasa: Golkar, PDIP, Partai Perindo, PKB, Partai Demokrat, Gerindra, dan PKS.

Namun pelantikan Rahmad Mas’ud tidak bisa diikuti pasangannya mendiang Thohari Aziz, sebab yang bersangkutan meninggal dunia pada 27 Januari 2021. Kini, pengganti mendiang Thohari masih teka teki.

Kaitan jabatan Wawali yang kosong, ada dua aturan mengikat yang patut jadi perhatian. Yakni UU 10/ 2016 dan PP 12/ 2018. Aturan ini sangat menarik, utamanya pada dua poin besar.

Related Articles

Pertama, kalau masa kekosongan lebih dari 18 bulan, maka jabatan kosong Wawali ada di tangan DPRD.  Kedua, kalau masa jabatan kepala daerah tersisa kurang dari 18 bulan, maka tidak akan ada pengganti.

Dari aturan ini, ada beberapa skenario yang mungkin terjadi:

Skenario pertama

Jika dihitung sejak pelantikan Mei 2021 sampai Maret 2022, Rahmad Mas’ud telah memimpin 10 bulan. Dengan kata lain, masih tersisa delapan bulan bagi Rahmad untuk menentukan pasangan. Artinya ia masih bisa mengulur waktu membiarkan kekosongan sampai November 2022.

Sebagai ketua partai besar, ia punya keluwesan melakukannya. Sebab, pada akhirnya calon pendamping Rahmad akan diajukan dua nama yang diserahkan ke Parlemen. Kemudian diparipurnakan. Tapi untuk mencapai titik itu dibutuhkan lobi, cuan dan energi yang besar. Terlebih mengkondisikan koalisi raksasa.

Maka bisa saja Rahmad mengulur waktu sampai masa jabatannya tersisa kurang 18 bulan dari masa Pilkada Serentak selanjutnya, yakni 27 November 2024. Jika jelang Pilkada 2024 masih dibiarkan kosong sampai jabatannya tersisa 18 bulan, maka saat lewat batas, tidak bisa lagi mencalonkan wakilnya.

Ini bukan saja musthaili jika Rahmad memainkan skema maju mundur.

Mengingat di akhir tahun ini partai dan caleg sudah disibukan untuk persiapan Pemilu 2024. Maka bagi siapapun yang menjadi wakilnya tidak lagi menarik. Paling kepentingannya hanya mencatat nama dan partainya dalam sejarah, memuaskan hasrat partai dan mengkondisikan 2024.

Tapi energi dan cuan tentu saja sudah terkuras habis-habisan. Bukan lagi rahasia jika dalam proses lobi harus menggunakan cuan. Tidak ada kisahnya makan siang gratis. Apalagi untuk mengkondisikan koalisi raksasa dan 45 anggota Parlemen. Terbayang besar cuan yang akan dibakar. Jika pun terpilih, harus mempersiapkan berikutnya untuk menyambut 2024. Besar sekali finansial yang dibutuhkan.

Maka, tidaklah mengherankan. Meski Mendagri menyoroti posisi jabatan kosong wakil kepala daerah, tapi tetap saja kursi Wawali Balikpapan masih lowong.

Kemendagri telah mengirim surat bernomor 132/8067/OTDA yang ditujukan kepada beberapa kepala daerah, salah satunya Balikpapan. Surat itu ditandatangani Dirjen OTDA Kemendagri Akmal Malik, pada Desember 2021. Secara hirarki hukum, surat itu masih kalah terhadap UU 10/2016 dan PP 12/ 2018. Maka sampai kini kursi Wawali Balikpapan belum juga terisi.

Begitupun di 26 Januari 2022 PDIP telah mengusulkan kadernya, Budiono, sebagai pendamping Rahmad. Tapi tetap saja sampai dua bulan berjalan, masih stagnan. Bagi Rahmad, tidak pengaruh. Ia bisa berdalih: bola ada di tangan koalisi dan DPRD. Maka, Rahmad santai saja. Apalagi rumor beredar, Rahmad lebih prefer terhadap istri mendiang Thohari dibanding pada Budiono. Yang kelimpungan PDIP.

PDIP makin pusing karena adanya hak partai koalisi yang terbuka mengajukan calonnya masing-masing. Meski pada akhirnya hanya dua nama yang diajukan ke DPRD. Jika PDIP tidak bisa mengkondisikan koalisi hingga suara bulat memilih Budiono, ini menjadi kesempatan bagi Rahmad mengulur waktu.

Maka di skenario pertama Rahmad bisa saja terus mengulur waktu. Jika Rahmad bisa mempertahankan kekosongan sampai April 2024 atau batas akhir 18 bulan sisa masa jabatannya, maka kursi Wawali tidak perlu lagi diisi. Partai pun sudah sibuk dengan Pilkada Serentak 27 November 2024. Berat, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Ini pernah terjadi di Kabupaten Malang, dan kini bisa terulang di Kota Bandung.

Skenario kedua

Mengacu PP 12/ 2018. Menurut PP ini, salah satu tugas dan wewenang DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota adalah memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan untuk sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan.

DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota juga berwenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri, pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wali Kota dan Wakil Bupati/Walikota kepada Menteri melalui Gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian.

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud diselenggarakan dalam rapat paripurna, dan hasilnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD, bunyi Pasal 24 ayat (1,2) PP ini. Mekanisme pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah, menurut PP ini, diatur ke dalam Tata Tertib DPRD.

Demikian dikutip dari laman Setkab.

Ini yang tengah menghangat di Balikpapan. Meski PDIP telah mengajukan Budiono sejak Januari, tapi suara koalisi belum bulat. Sangat panjang proses lobi koalisi sampai bisa mendapat SK masing-masing partai. Jika pun sudah dapat, tetap perlu melewati lobi di DPRD. Sebab, bola panas di tangan mereka.

Bukan tidak mungkin, misalnya, fraksi-fraksi di Parlemen menghimpun kekuatan sebagai bargaining. Dengan kata lain, PDIP yang paling berkepentingan mengajukan kadernya sebagai pendamping Rahmad, harus mampu melobi 45 anggota Parlemen Balikpapan. Lagi-lagi proses ini butuh waktu yang panjang, cuan besar, dan energi yang sangat menguras.

Kembali pada aturan UU 10/ 2016. Pengisian kekosongan posisi wakil kepala daerah diatur dalam Pasal 176. Pengisian kekosongan bisa dilakukan jika sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan, terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut. Artinya jika masa jabatan tersisa kurang 18 bulan, maka tidak perlu disii.

Dalam skenario kedua ini Rahmad lagi-lagi diuntungkan, PDIP dipusingkan.

Skenario ketiga

Skenario ini bisa berlaku jika PDIP mampu memainkan lobi politiknya. Mengkondisikan partai koalisi, anggota Parlemen dan Rahmad Mas’ud. Jika semua bisa dituntaskan, selesai semua. Maka Budiono akan menjadi wakil Rahmad. Balikpapan pun kembali memiliki wakil wali kota.

Tapi PDIP juga perlu menghitung biaya dan waktu. Jika biaya ada, maka perlu disegarakan eksekusi. Jika tidak, akan percuma jadinya jika Budiono hanya menjadi wakil Rahmad mendekati persiapan 2024. Bisa saja dilakukan untuk memperkokoh koalisi berikutnya. Artinya pada Pilkada Serentak 2024, PDIP-Golkar akan menjadi koalisi lagi dengan memasangkan: Rahmad – Budiono.

Tapi, apa mungkin?

Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Dan seperti kebiasaan di Balikpapan, semua terjadi di masa injury time. Maka bisa jadi, saat ini Golkar–PDIP diam-diam merumuskan strategi dua langkah ke depan. Langkah menetapkan Budiono jadi wawali pengganti mendiang Thohari, dan mematangkan pasangan Rahmad-Budiono untuk 2024.

Apapun skenarionya, semua butuh cuan. Kemampuan nomor sekian. Begitu bukan?

Penulis: R. Agung, penikmat geopolitik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button