KLIK BALIKPAPAN – Knight Frank The Wealth Report 2021 mengungkapkan, investasi modal swasta di sektor properti komersil pada 2021 tercatat sebesar USD 405 miliar atau setara Rp 5.807 triliun.
Nilai itu menunjukkan kenaikan 52 persen dibanding tahun 2020, atau 38 persen di atas rata-rata lima tahun sebelum pandemi.
Knight Frank Attitudes Survey 2022 untuk The Wealth Report mengungkapkan sekitar 23 persen dari orang super kaya alias Ultra High Net Worth Individual berencana berinvestasi langsung di sektor properti komersil.
Sedangkan 20 persen total responden berencana berinvestasi pada DIRE atau Dana Investasi Real Estate, debt funding dan eco-funding.
Head of Global Capital Markets Knight Frank Neil Brookes dalam laporannya, Selasa 1 Maret 2022, mengatakan bagi para orang-orang terkaya di dunia, properti komersil dinilai memiliki nilai timbal balik investasi tinggi.
“Properti komersil dinilai cenderung stabil terhadap inflasi dbanding kelas aset lainnya,” bebernya.
Di sektor properti, investasi paling banyak mengarah ke sektor perkantoran sebanyak 43 persen, disusul industri logistik 17 persen, dan residensial 16 persen.
Para orang terkaya dunia ini juga memiliki ketertarikan berinvestasi di sektor kesehatan 40 persen, masa pensiun 28 persen, pusat data 26 persen, dan ilmu pengetahuan 23 persen.
Head of Commercial Research Knight Frank Will Matthews mengatakan, tahun ini menjadi tahun berjaya bagi investasi properti komersil. Modal swasta diperkirakan mewakili seperempat dari seluruh kegiatan investasi.
“Temuan kami menunjukkan pemicu utama investasi berasal dari investasi pada lingkungan, inflasi, dan rotasi aset,” ungkapnya.
The Wealth Report dari Knight Frank juga mengungkapkan investasi lintas negara inbound dan outbound yang akan masuk ke sektor properti komersil di 2022.
Amerika Serikat diprediksi menjadi negara penyumbang modal swasta utama pada 2022 yakni 74 persen dari porsi global. Investor Inggris, Kanada, Swiss, Spanyol, Tiongkok, dan Israel juga diprediksi berkontribusi aktif memberi porsi investasi.
Namun, menurut data Indonesia Property Watch 2020, pasar dari bisnis properti sempat mengalami penurunan signifikan selama masa awal pandemi, yakni mencapai 50 persen. Dari segmen mewah sampai bawah mengalami kehancuran akibat pasar properti melesu.
Bahkan, unit properti berbandrol di bawah Rp 300 juta turut mengalami penurunan. Penyebabnya beragam. Dua di antaranya pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial dan penurunan daya beli masyarakat.
Dalam kondisi saat ini, masyarakat cenderung memilih menahan pengeluaran dibanding ‘membakar uang’ untuk aset properti.
I Pewarta: Gopek I Redaktur: Muchlis