KLIK BALIKPAPAN – Juru kampanye hutan dan kebun WALHI, Uli Arta Siagian, menyebut pemerintah selama ini kerap menganggap hutan-hutan di Kalimantan sebagai tanah tak bertuan.
Padahal, menurut catatan WALHI, faktanya tidak demikian.
Uli menegaskan, di hutan itu masih banyak masyarakat yang tinggal di sana. Tapi pemerintah menegasikan lahan itu tidak bertuan. “WALHI mengungkapkan bahwa terjadi banyak tumpang tindih di lahan calon Ibu Kota ini,” papar Uli, dalam webinar Bersihkan Indonesia pada Selasa, 15 Maret 2022.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang aka Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, menyebut ada potensi penggusuran terhadap 20 ribu warga adat dan lokal akibat pembangunan Otorita IKN di Kalimantan Timur. Puluhan ribu warga adat itu telah menempati kawasan hutan jauh sebelum ada rencana pemindahan ibu kota.
Menurut Rupang, total luas wilayah IKN sekitar 260 ribu hektare itu bukan tanah kosong. “Tapi ada pemukiman warga,” tegasnya. Rupang bilang, saat ini 40 persen dari total wilayah IKN sudah ditempati warga.
Ia menegaskan data itu bahkan sudah dibenarkan Kementrian ATR/BPN.
“Pembangunan IKN bakal menimbulkan daya rusak berlapis ke 53 kampung di sekitar IKN. Pembukaan lahan bisa membuat kerusakan dan pencemaran yang seharusnya menopang kehidupan di sekitarnya,” ujar Rupang. Tak hanya tumpang tindih.
Dalam webinar itu juga terungkap adanya dugaan penyerobotan lahan warga.
Warga Suku Paser Balik atau penduduk asli tempat calon berdirinya IKN, Dahlia Yati mengaku kaget lahan rumahnya sudah dipasang patok lahan rencana pembangunan IKN. Menurutnya lahan itu dipatok setelah sebelumnya datang surat edaran dari Pemprov Kaltim.
Yati menilai pemasangan plang dan patok itu membuat warga setempat resah. Sebab, lahan yang tiba-tiba diklaim milik pemerintah itu sudah digunakan oleh Yati dan penduduk lainnya untuk berkebun selama bertahan-tahun.
“Masyarakat adat minta kejelasan soal lahan adat agar tidak terdampak pembangunan IKN yang dipaksakan,” ungkapnya. Bahkan, ia menilai pemasangan plang itu sebagai bentuk pengambilan secara sepihak.
“Tidak pernah bertemu atau koordinasi dengan kami,” tegasnya. Lahan rumah Yati berada sekitar 10 kilometer dari titik nol IKN atau tempat berkemah Jokowi. Namun, saat acara kemah itu tidak ada pertemuan dengan warga sekitar yang terdampak pembangunan IKN.
Jokowi justru melakukan ritual Kendi Nusantara dan bermalam di sana. Padahal, lanjutnya, lahan keluarga miliknya yang dicaplok negara untuk pembangunan IKN luasnya sampai empat hektare.
Ia mengaku kecewa dengan kunjungan Jokowi ke lokasi proyek IKN. Alasannya karena keluhan warga asli terkait pencaplokan lahan tidak didengarkan dan Jokowi lebih memilih kemping di titik nol.
“Kemping kemarin itu buat apa? Tidak ada yang diuntungkan dengan itu,” jelasnya.
I Pewarta: Gopek I Editor: Muchlis