Penulis: Salsabila, JATAM Kaltim
KLIK BALIKPAPAN – Sebelum menuju Pilpres 2024 Jokowi merencanakan perkemahan di atas lahan warga Kalimantan yang telah dirampas. Perkemahan dilakukan untuk memperlancar pembangunan Mega Proyek Ibu Kota Negara, IKN.
Pelbagai krisis terjadi dan represifitas yang dilakukan negara. Kejadian perampasan tanah dialami Masyarakat Adat Suku Balik yang dilakukan PT. IHM berdasarkan pengaduan warga kepada Jatam Kaltim pada tahun 2019, mencatat ada lebih dari 2 ribu hektar tanah mereka dirampas perusahaan dan belum di kembalikan.
Begitupun Perempuan, Nelayan, dan Petani di wilayah IKN mengalami krisisnya. Kini rezim Jokowi berkemping ria diatas penderitaan para warga yang tertindas atas perampasan ruang hidup demi 1%.
Kondisi hari ini warga yang mendiami wilayah IKN seperti Masyarakat Adat, Transmigran, dan Perempuan mengalami kesulitan air bersih. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga diharuskan membeli. Kondisi itu terjadi dikarenakan wilayah Sepaku dan sekitarnya tidak ditemukan sungai besar, danau dan dukungan air tanah.
Dalam kondisi normal mereka masih kesulitan mendapatkan air, apalagi jika dimusim kemarau. Riset dan wawancara langsung kepada warga Masyarakat Adat suku Balik, Suparmi warga pemaluan mengatakan harga per tandon dengan kapasitas 700 liter 60 ribu rupiah / 2- 3 hari. Dalam sebulan mengeluarkan 700 – 800 ribu utk air mencuci dan mandi.
Kalau air bersih lebih mahal lagi, 80 – 90 ribu rupiah per tandon. Begitupun jika adanya perpindahan penduduk secara besar-besaran sudah pasti membutuhkan air bersih dalam jumlah besar dan ketersediaan pasokannya harus ada setiap saat.
Di sisi lain, dengan adanya perkemahan bersama Oligarki seperti Luhut Binsar Panjaitan (PT.Kutai Energi dan PT.PKU 1), Sukanto Tanoto (PT.IHM), Hasyim Djojohadikusumo (PT.IKU), Agung Podomoro Land (Borneo Bay), Dony Rahajoe (Sinar Mas), pemerintah sangat murah hati.
Pemerintah mempersiapkan sejumlah alat berat yang telah menggarap jalan menuju titik nol IKN, perbaikan lintasan sejalan dengan rencana kemah. Ada 24.000 liter air bersih yang di siapkan dalam enam unit mobil tangki perhari di lokasi perkemahan. Kemudian jaringan telekomunikasi dan listrik juga akan di sediakan agar memperlancar agenda ini. Kontras dengan kondisi sejumlah desa di Kaltim yang bertahun-tahun belum mendapatkan layanan listrik PLN.
Desa Sekerat salah satunya. Sudah 13 tahun, hanya 6 jam mendapatkan layanan listrik desa setiap harinya. Padahal kampung ini berada di ring 1 aktifitas produksi batubara perusahaan raksasa PT. Kaltim Prima Coal.
Sedangkan biaya pembangunan megaproyek IKN memakan habis anggaran sebesar Rp 466,98 triliun, belum lagi berbagai fasilitas perkemahan yang di digunakan untuk melayani para oligarki. Mereka tentu akan menikmati ini semua, sedangkan ada kurang lebih 20.000 jiwa Masyarakat adat yang berpotensi tersingkir dari tanahnya sendiri.’
Begitupun dengan nelayan yang akan terpukul terutama mereka yang menjadikan Teluk Balikpapan sebagai wilayah tangkapan. Lalu lintas kapal besar memuat material gedung serta kehadiran industri penunjang megaproyek IKN (pabrik smelter nikel) akan merusak dan mencemari ekosistem kawasan Teluk Balikpapan.
Kondisi sekarang saja sudah terjadi penurunan pendapatan akibat ramainya industri tambang, sawit dan migas di wilayah teluk Balikpapan. Mereka hanya merasakan penderitaan atas krisis yang terjadi karena adanya Perampasan ruang hidup dan mematikan ekonomi yang sudah terbangun.
Bagi saya dana pemindahan Ibu Kota Negara dan agenda perkemahan di IKN lebih baik digunakan untuk memenuhi kebuhan dasar warga seperti kesehatan, pendidikan, dan lainnya, yang kini sedang mengalami kesulitan.
Perkemahan ini juga mengagendakan penanaman pohon di atas lahan warga yang telah dirampas demi megaproyek IKN. Hal ini tidak akan memulihkan lingkungan karena krisis yang terjadi tidak hanya seluas 256.142 hektare wilayah IKN, tetapi ada 9,3 juta hektar wilayah krisis di Kaltim.
Seharusnya pemerintah memperhatikan terkait bencana lingkungan yang kerap terjadi beberapa waktu belakangan di Kalimantan, mulai dari banjir, krisis pangan, kekeringan hingga kebakaran hutan dan lahan.
Jokowi meyakini IKN akan menjadi kota yang sangat ramah bagi semua lapisan masyarakat untuk hidup berdampingan, hidup rukun, hidup bersama-sama bahkan memiliki peluang yang sama untuk ikut serta mengembangkan IKN. Yang di katakan Jokowi adalah kebohongan besar.
Faktanya sudah terlalu banyak konflik lahan dan perampasan ruang hidup dengan melakukan pemaksaan dan kekerasan terhadap warga yang berjuang untuk mempertahankan tempat tinggal agar tidak ditambang atau di rusak. Negara cenderung melakukan kekerasan untuk memaksakan kehendak sepihak dengan otoritas tinggi.
Menurut Isran Gubernur Kaltim perkemahan ini bentuk keseriusan Jokowi dalam memindahkan IKN. Menurut saya pemerataan itu hanyalah mitos belaka karena masih banyak jumlah penduduk miskin di Kaltim dan berbagai daerah lainnya.
Sudah tepatkah perkemahan mewah ini dilangsungkan di tengah jutaan jiwa warga Indonesia mengantri untuk mendapatkan minyak goreng murah yang kini sangat langka di toko-toko dan gerai supermarket di kota-kota?
Antrian panjang yang mengular hingga mengakibatkan jatuh korban menandakan minyak goreng lebih dibutuhkan dari pada mega proyek IKN yang nantinya menguras 1/4 APBN negara ini.