Politik

UU Pemilu Disorot

KLIK BALIKPAPAN – Undang-undang Pemilihan Umum atau UU Pemilu, dinilai masih memiliki kekurangan. Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia menyoroti sejumlah kekurangan itu. Terutama klausul yang mengatur sanksi pidana kepada parpol.

Seperti perbuatan pencatutan nama anggota penyelenggara baik Bawaslu dan KPU oleh sejumlah parpol nakal. “UU Pemilu dinilai tak berdaya memberikan sanksi kepada parpol atas perbuatan pencatutan parpol yang terdeteksi Sipol,” ujar Koordinator Nasional Pemantau Pemilu PB PMII Hasnu dalam keterangan tertulisnya, Senin 15 Agustus 2022 malam.

Hasnu menilai sejauh ini dari temuan KPU dan Bawaslu secara berturut-turut melaporkan nama anggota KPUD yang dicatut parpol sebanyak 98 orang. Untuk nama anggota Bawaslu dicatut sejumlah 274 orang.

Ia bilang, ketidakberdayaan UU dalam memberikan sanksi secara keras kepada parpol yang mencatut nama penyelenggara agar segera mengambil tindakan cepat. Hal itu untuk mengatur spesifik soal sanksi pidana dan sanksi administrasinya.

Pihaknya pun mendorong KPU dan Bawaslu agar bisa mengatur secara spesifik terkait sanksi pidana dan penambahan sanksi administratif kepada parpol.

“Hal ini agar diatur secara ridgit dalam PKPU dan Perbawaslu,” jelasnya.

Menurutnya, langkah itu dipandang perlu segera didorong KPU dan Bawaslu. Selama yang diatur dalam PKPU itu tidak bertentangan dengan payung hukum diatasnya, yakni UU Pemilu.

Hasnu mengungkapkan, sangat tidak rasional bahkan tidak memberikan efek jera kepada parpol yang melakukan pencatutan nama penyelenggara baik KPU dan Bawaslu jika hanya mengatur sanksi moral saja, atau sanksi administratif.

“Ini kemalangan demokrasi jadinya,” ujarnya.

Soal pencatutan itu, ia menilai pemantau Pemilu PB PMII mendesak KPU dan Bawaslu agar setiap nama anggotanya yang dicatut parpol agar ditindak tegas dengan menggunakan tindak pidana umum.

“Tipidum dapat dilakukan jika pihak penyelenggara pencatutan, melaporkan kepada pihak kepolisian. Karena tidak ada badan hukum yang mengatur parpol dapat dipidana, tanpa laporan polisi,” jelasnya.

Wasekjen PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM itu mengimbau parpol agar terbuka dan jujur bahwa pengurus dan anggota yang dimasukkan pada aplikasi Sipol adalah benar pengurus dan anggota parpol dari partai yang bersangkutan.

Selanjutnya tidak asal mencatut nama penyelenggara demi kepentingan administrasi dalam tahapan verifikasi KPU. “Proses pencatutan ini bukan saja dianggap sebagai bentuk kelemahan parpol mendidik dan merapikan kaderisasi dan administrasi parpol, melainkan perbuatan disengaja dalam menodai kesakralan demokrasi. Jadi, enting agar ditindak secara tegas,” ujarnya.

Ia menegaskan Pemantau Pemilu PB PMII, telah mendorong sejumlah parpol agar Kartu Tanda Anggota terintegrasi dengan sistem di Kementerian Dalam Negeri. Sebab nama pengurus dan anggota parpol berbasis NIK.

Pihaknya juga memandang perlu mendorong KPU agar Sistem Informasi Partai Politik dapat diakses masyarakat untuk mengawasi bersama terkait tahapan pelaksanaan Pemilu 2024 demi menghasilkan Pemilu 2024 yang bersih dan transparan.

I Pewarta: Ryan I Redaktur: Muchlis

Back to top button