Humaniora

Lisan Tajam Berbulu Ayam

KLIK BALIKPAPAN –  Al kisah, ada seorang pria yang gemar menggunjingkan aib orang lain. Sebut saja Niko. Ia kerap membicarakan keburukan orang dan menyebarkannya kemana-mana. Terutama pada tetangga samping rumahnya, Joni.

Suatu hari Niko dihantam penyesalan.

Tingkah lakunya menggunjing Joni berbuntut panjang. Lantaran malu jadi bahan gunjingan tetangga, Joni dan keluarga terpaksa pergi dari kampungnya. Joni lari dari tanah lahirnya sendiri disebabkan lisan tajam Niko. Ia tak kuat menahan rasa malu karena aibnya disebarkan Niko ke jagat kampung.

Niko pun baru menyadari kesalahannya. Ia sangat menyesal karena ulahnya telah merugikan orang lain. Niko ingin bertaubat. Ia mencari ustadz tersohor di kampungnya. Ia curahkan semuanya. Kata ustadz, taubatnya akan lebih sempurna kalau Niko meminta maaf langsung pada Joni.

“Kalau dosa kita pada Allah, dengan bertaubat, menyesalinya, tidak mengulanginya, insya Allah akan diampuni. Tapi kalau dosa kita pada manusia, sebaiknya kita pun harus mencari keridhaan orang itu untuk memberi maaf pada kita,” tutur sang ustadz.

Related Articles

Lantaran tekad kuat dari Niko untuk taubat, mau tak mau ia mencari keberadaan Joni. Ketika telah bertanya dan mencari ke sana kemari, ia menemukan Joni. Yang pindah ke kampung sebelah. Ia menyampaikan niatnya, memohon agar Joni bisa memaafkannya. Joni mau. Tapi ada syaratnya.

“Kamu pergi ke pasar, cari dan beli bulu ayam sebanyak-banyaknya. Lalu, sebarkan bulu ayam itu ke sembarang tempat yang kamu inginkan,” tutur Joni, memberi syarat pertamanya.

Niko bingung. Tapi, ia terpaksa mengikuti keinginan Joni karena benar-benar ingin bertaubat. Benar-benar ingin memohon permintaan maaf Joni. Setelah apa yang disyaratkan Joni berhasil dilakukan, Niko kembali menemui Joni.

“Aku sudah membeli bulu ayam dan menyebarkannya kemana-mana. Sekarang maukah kamu memaafkanku? Atau ada syarat lain agar engkau mau memberi maaf?” tanya Niko.

Joni tersenyum, seraya mengatakan. “Ya, tinggal satu syarat lagi. Tolong kamu kumpulkan lagi bulu ayam yang telah kamu sebarkan tadi,” pinta Joni.

Niko bingung. Ia pun bertanya, “Untuk apa aku mengumpulkan lagi, tadi kan sudah aku sebar bulu ayamnya. Gimana caranya? Bulu ayamnya entah sudah kemana saja, aku tak mampu mengumpulkannya lagi,” kata Niko.

Joni melempar senyumnya lagi.

“Begitulah perumpaan aibku. Bagaimana kamu bisa menarik aib-aibku yang telah kamu sebarkan? Bagaimana aku menahan rasa malu karena aibku sudah tersebar kemana-mana. Apakah kamu bisa mengembalikan aibku lagi?” tegas Joni. Ia pun pergi meninggalkan Niko yang masih terpana.

Kisah ini hanya imajiner. Namun, sarat makna.

Sebelum kita menggunjing, membuka aib orang lain, pikirkanlah dampak yang akan terjadi di kemudian hari. Dampak bagi orang yang digunjingkan dan dampak pada diri sendiri.

Jika saat di dunia tidak mampu mendapat maaf dari orang yang pernah kita sakiti, maka konsekuensinya amal-amal kita bakal diberikan pada orang yang pernah kita sakiti. Walhasil, di Akhirat kelak bisa menjadi orang yang bangkrut.

Seperti kata pepatah, mulutmu harimaumu. Lisan tajam yang mudah menyakiti orang, yang gemar membuka aib tetangga ibarat menyebarkan bulu ayam. Yang kemudian sangat sulit untuk mengumpulkan bulu ayam itu kembali. Mudah-mudahan hal ini tidak menimpa diri kita. Aamiin.

I Redaktur: Jihana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button