Tajuk Rencana

Dijepit Raksasa Sawit

KLIK BALIKPAPAN – Ada satu kabar cukup menggembirakan. Meski tak mengejutkan. Yakni kabar temuan satu alat bukti atas dugaan kartel minyak goreng. Temuan itu diungkapkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Selasa 29 Maret 2022. Temuan ini hasil investigasi KPPU sejak Januari silam.

KPPU masih terus membidik delapan pengusaha kakap. Targetnya, bisa mengungkap dugaan tiki taka permainan kartel minyak goreng. Yang kemudian diseret ke hukum. KPPU akan mencari bukti lain menggunakan alat bukti ekonomi dan bukti perilaku. Untuk mengungkap dugaan kartel minyak goreng.

Namun sampai kini KPPU belum membocorkan ke media siapa saja yang diburunya. Delapan pengusaha kakap itu masih dirahasiakan. KPPU hanya bisa memastikan delapan kakap itu mampu menggerakkan harga di pasaran. Sedangkan pelaku usaha kecil hanya mengikuti perkembangan harga pasaran.

Tiki taka permainan kartel minyak goreng begitu terasa, tapi memang tak kasat mata. Setidaknya bisa dirasakan sejak minyak goreng kemasan tetiba langka saat terbit aturan harga eceran tertinggi melalui Permendag 6/2022 pada 26 Januari lalu.

Penetapan aturan HET itu membuat harga minyak goreng kemasan premium menukik dari kisaran Rp 24.000 per liter turun ke Rp 14.000 per liter. Sedangkan minyak goreng kemasan sederhana menjadi Rp 13.500 per liter dan minyak goreng curah Rp 11.500 per liter. Harga ini berlaku sejak November 2021.

Related Articles

Saat penurunan harga, minyak goreng mendadak langka. Dimana-mana, masyarakat mencari minyak goreng sampai mengantri. Antrian mengular panjang. Bukan di pelosok desa. Tapi di kota-kota, bahkan Jakarta. Ada antrian yang mencapai ratusan meter. Yang mengenaskan di Kaltim.

Di dua daerah Kaltim, Berau dan Samarinda, antrian minyak goreng sampai merenggut dua nyawa. Seorang ibu bernama Sandra (41), yang tengah mengantri, mendadak pingsan. Saat dibawa ke rumah sakit, nyawanya tidak tertolong. Peristiwa itu diamini Kapolres Berau, AKPB Anggoro Wicaksono, Sabtu 12 Maret 2022. Selang empat hari kemudian, jatuh korban lagi.

Rita Riyani (49) warga Jalan Pangeran Suryanata, Samarinda meninggal usai kelelahan mengantri minyak goreng. Rita disebut punya riwayat sesak napas. Dua tragedi itu menjadi satu catatan terburuk dalam sejarah Indonesia. Hanya untuk mendapatkan minyak goreng, dua nyawa melayang dalam antrian.

Lenyapnya minyak goreng di pasaran setelah penetapan HET, menjadi tanya besar publik. Alasan panen turun sampai gangguan distribusi akibat berkurangnya jumlah kapal, sulit diterima akal sehat. Terlebih, faktanya, kepolisian menemukan penimbunan jutaan kilogram minyak goreng di sejumlah daerah.

Tiki taka permainan kartel makin kuat terasa karena begitu pemerintah mencabut HET minyak goreng kemasan pada 19 Maret 2022, pasokan di pasar langsung melimpah. Rak-rak minyak di minimarket mendadak banyak. Padahal sebelum aturan HET dicabut, agen dan jaringan ritel berkali-kali mengklaim harus menunggu lama untuk pasokan minyak goreng.

Fakta itu menyiratkan aroma kongkalikong antara para produsen agar menahan stok. Jika ini benar, jelas melanggar Pasal 11 Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat. Hasil investigasi KPPU juga melihat tiki taka memainkan stok yang ditengarai sebagai praktik permainan harga. Artinya, juga melanggar Pasal 5 undang-undang yang sama.

Masyarakat sudah terengah-engah cari minyak. Teramat lelah rela antri beratus meter. Namun ketika HET dicabut, minyak goreng mendadak banyak. Jelas saja masyarakat mencak-mencak. Naifnya, saat minyak goreng mendadak langka, rakyat justru jadi kambing hitam. Pemerintah menuding masyarakat melakukan panic buying, menimbun di rumah.

Belakangan, justru terkuak adanyak ekspor minyak ratusan juta liter. Ketika HET dicabut, banyak juga ditemui truk-truk bermuatan minyak goreng yang terguling. Kasus terbaru, terjadi kemarin, Selasa 29 Maret 2022. Truk tangki pengangkut minyak goreng terguling di Jalan penghubung Ciamis-Cirebon, Desa Muktisari, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis. Akibat kecelakaan ini, minyak goreng yang diangkut truk tangki tumpah ke jalan. Tumpahan minyak goreng juga mengalir ke parit di pinggir jalan itu.

Saat HET dicabut, temuan LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, juga mengejutkan.

MAKI melaporkan kasus dugaan ekspor ilegal minyak goreng ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. modsunya dengan menyamarkan minyak goreng sebagai sayuran. Padahal seharusnya dijual ke masyarakat. Temuan ini dinilai memperparah kelangkaan. Apalagi saat itu sebanyak 23 kontainer telah dikirim, dan hanya tersisa satu yang berhasil diselamatkan. Keuntungan 23 kontainer itu ditaksir sampai Rp 10 miliar.

Menarik ke belakang, pada rentang Januari – September 2017, pemerintah telah memberi suntikan subsidi jumbo untuk perusahaan sawit raksasa. Harapannya agar mereka bisa menjaga suplai dan kebutuhan masyarakat dalam negeri. Lima perusahaan sawit berskala besar itu mendapat subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dengan total mencapai Rp 7,5 triliun.

Ironinya, ada yang mendapat suntikan subsidi sebesar Rp 4,18 triliun. Tetapi setoran yang mereka kembalikan hanya senilai Rp 1,32 triliun. Mengacu Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang diteken Jokowi, diatur tentang penggunaan dana tersebut.

Di Pasal 11 ayat (1) dinyatakan dana yang dihimpun adalah untuk pengembangan sumber daya manusia; penelitian dan pengembangan perkebunan sawit; promosi perkebunan kelapa sawit; peremajaan tanaman perkebunan; serta prasarana perkebunan sawit.

Di ayat (2) dijelaskan penggunaan dana juga dipakai sebagai kebutuhan pangan, hilirisasi industri dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel. Ayat selanjutnya menjelaskan BPDPKS dapat menentukan prioritas penggunaan dana berdasar program pemerintah dan kebijakan Komite Pengarah.

Kajian soal sawit yang dilakukan KPK pada 2016 menemukan penggunaan dana yang berlebihan bagi perusahaan itu bisa menimbulkan ketimpangan dalam pengembangan usaha sawit. Terlebih ada temuan selisih nilai yang cukup besar untuk para raksasa sawit tersebut.

Tapi raksasa-raksasa sawit, yang otomatis menguasai produksi minyak goreng di Indonesia, enggan mendukung tugas pemerintah dalam menjamin pasokan dan harga pangan. Pelbagai keberpihakan yang telah diberi pemerintah, mulai subsidi, konsesi hutan sampai pencabutan HET untuk minyak goreng kemasan, tidak juga membuat mereka mementingkan pasokan dalam negeri.

Untuk itu temuan KPPU perlu diseriusi ke ranah hukum. Pemerintah juga perlu memberi hukuman jika bukti-buktinya lengkap, termasuk meninjau ulang izin konsesi. Kalau perlu dicabut. Apalagi tidak sedikit yang berisiko terhadap kerusakan lingkungan.

Tetapi apa mungkin?

Publik justru dipertontonkan ketidakberdayaan pemerintah. Padaha pemerintah, termasuk Kementerian Perdagangan, sebetulnya sudah tahu keberadaan kartel. Sayangnya, pemerintah sendiri mengaku tidak bisa berkutik.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi malah meminta maaf karena tidak bisa mengendalikan orang-orang yang ingin meraup untung lebih banyak dari ekspor, karena harganya lebih mahal. “Kemendag tidak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan tersebut,” kata Lutfi dalam rapat kerja dengan DPR Komisi VI, pada Kamis 17 Maret 2022.

Jika pemerintah terus dijepit raksasa sawit, lantas apakah rakyat dibiarkan menjerit-jetir?

Faktanya, usai minyak goreng langka, kini giliran solar. Lagi-lagi pemerintah hanya bisa berdalih. Kali ini kelangkaan solar karena permintaan dari industri semakin tinggi. Sudah over kouta dari sebelumnya. Lantas apa solusinya? Belum usai prahara minyak goreng, giliran solar bikin petaka. Duh.

I KLIK Network

Back to top button