Deras Dukungan untuk Wadas
KLIK BALIKPAPAN – Masyarakat Indonesia dari pelbagai elemen terus memberi dukungan kepada warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.
Pada 9 Februari 2022, sekitar 64 warga Desa Wadas sempat dibawa ke Polres Purworejo. Mereka dituding membawa senjata tajam dan melakukan provokasi. Namun, keterangan itu dibantah warga.
Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia mengungkapkan puluhan warga ditangkap polisi, beberapa di antaranya masih di bawah umur. Beruntung, polisi akhirnya melepaskan mereka.
Proses pengamanan Desa Wadas untuk pengukuran proyek strategis nasional Bendungan Bener menuai kritik dan polemik di tengah masyarakat.
Dukungan terhadap warga Wadas pun terus meluas. Di Bandung, seperti dilansir Bandungbergerak.id, kelompok Aksi Kamisan Bandung dan Aksi Kamisan Unisba mengecam peristiwa penangkapan warga. Solidaritas itu disampaikan dalam bentuk aksi unjuk rasa damai di luar kampus Unisba, Jalan Tamansari, pada Kamis 10 Februari 2022 sore.
Protes terjadi karena aparat gabungan dianggap telah mengepung Desa Wadas yang warganya menolak pertambangan batu andesit.
“Penambangan batu andesit, mendapat perlawanan warga Wadas karena akan berakibat pada lingkungan, longsor berkepanjangan, membahayakan, dan mengancam penghidupan ekonomi warga. Sehingga warga menolak,” demikian orasi aksi Kamisan itu.
Pegiat Aksi Kamisan Unisba, Faturrohman, mengatakan aksinya sebagai sikap kongkret mahasiswa Unisba terhadap warga Wadas yang mendapat represi dan penangkapan aparat kepolisian. Selain Kamisan Unisba, kelompok Kamisan Bandung dan Pasar Gratis juga turut serta dalam solidaritas ini.
Ia menegaskan, warga Wadas adalah saudara warga Bandung juga. Walaupun posisi Wadas jauh di Jawa Tengah, namun tidak mengurangi nilai persaudaraan tersebut.
“Semoga masyarakat lebih aware lagi, perhatian lagi, karena di Wadas sendiri secara tidak langsung mereka adalah saudara kita. Mungkin hari ini kita tidak bisa hadir ke sana, membantu ke sana, ya kongkretnya bersolidaritas di sini,” terangnya.
Sedangkan Aksi Kamisan Bandung menyorot penggusuran. Mereka mengangkat tajuk: Dari Penggusuran ke Penggusuran sebuah ironi tak berkesudahan.
Pegiat aksi kamisan Bandung, Fay, mengungkapkan aksi itu selain bentuk solidaritas juga untuk membangun kesadaran masyarakat, mahasiswa, agar bisa melihat isu-isu terkait, misalnya bagaiamana negara menindas rakyat.
Menurutnya, penggusuran bisa terjadi dimana saja, baik di Wadas, Bandung atau dimanapun. Kasus penggusuran paling baru di Bandung terjadi di Jalan Anyer Dalam yang hingga kini para korbannya masih berjuang menuntut keadilan.
“Kita juga memberikan pemahaman bahwa penggusuran itu masih sangat mungkin terjadi, bahkan di kampung kita sendiri, di desa kita sendiri, atau bahkan di rumah kita sendiri,” ujarnya.
Di hari sama, di tempar berbeda, ratusan mahasiswa juga melakukan aksi unjuk rasa untuk memberi dukungan kepada warga Wadas.
Ratusan mahasiswa dari Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang menghelat aksi mendukung perjuangan warga Desa Wadas. Mereka menggelar aksi dengan melakukan demo di Jalur Pantura, Ngaliyan, Semarang, pada Kamis.
Pada Jumat, dukungan terus mengalir dari mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Jember.
Aksi solidaritas Wadas itu digelar di dua tempat berbeda. Yakni di bundaran DPRD dan Mapolres Jember, Jawa Timur, Jumat sore (11/2).
“Kami mendesak pengusutan kasus Wadas secara tuntas oleh oknum polisi, TNI, dan Satpol PP yang telah melakukan kriminalisasi dan kekerasan terhadap warga sipil,” ujar Koordinator Aksi PMII Jembe, Haris Prayogi.
Sedangkan mahasiswa yang tergabung dalam GMNI menggelar aksinya di bundaran DPRD Jember.
Mereka juga melakukan aksi teatrikal yang menggambarkan tindakan represif aparat dalam menghadapi warga yang menolak rencana penambangan di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Ketua GMNI Jember, Dyno Suryadhoni, mendesak polisi untuk meninggalkan Desa Wadas. “Mendesak Polda Jawa Tengah segera menarik mundur aparat kepolisian dari wilayah Desa Wadas dan mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat,” ujarnya.
GMNI juga mendesak pemerintah menghentikan rencana pertambangan batu andesit di Desa Wadas dalam memenuhi kebutuhan material pembangunan Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener.
Melalui akun @wadas_melawan, pada Jum’at malam, diunggah video dukungan dari pelbagai daerah.
Di Bali, misalnya. Sekelompok masyarakat turut memberi dukungannya untuk perjuangan warga Wadas yang terus berusaha mempertahankan hak dan tanahnya.
“Kami warga Bali mendukung segala bentuk perjuangan warga Wadas dalam menjaga alam dan ruang hidupnya. Dan mengutuk segala bentuk tindakan kekerasan aparat kepada warga Wadas. Stop pengukuran dari Wadas. Tarik aparat dari Wadas. Wadas melawan. Hidup wadas,” demikian orator warga Bali.
Dukungan lain datang dari Serikat Petani Gowa, Sulawesi Selatan. Mereka membuat video dukungan dengan meneriakan yel-yel dukungan terhadap warga Wadas. “Stop kriminalisasi untuk warga Wadas. Stop kerusakan lingkungan. Jalankan reforma agraria sejati. Hidup petani. Hidup rakyat.”
Menurut Greenpeace, dalam unggahan di akun instagramnya, Desa Wadas ibarat tanah surga yang terancam tambang. Desa ini memiliki kekayaan alam melimpah. Wadas, desa yang diberkahi kesuburan dan pertaniannya produktif. Dengan tanah yang subur, tak heran mayoritas masyarakat Wadas berprofesi sebagai petani yang bergantung pada tanah dan alam.
Mereka merasa berkecukupan dan sejahtera dengan berbagai hasil bumi yang diperoleh dari alam.
Sayangnya semua itu terancam oleh pertambangan guna mendapat material urug untuk pembangunan Bendungan Bener. Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, dengan kapasitas produksi 400.000 meter kubik setiap tahunnya.
Jika hal itu terjadi, maka akan menghilangkan bentang alam dan tidak ada bedanya dengan memaksa warga untuk hidup dengan kerusakan ekosistem. Pembangunan yang mengabaikan ruang hidup warga, lingkungan, dan justru cenderung menggunakan kekerasan aparat kepada warga, jelas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
Pada Jumat 11 Februari 2022, pihak kepolisian akhirnya menarik pasukannya dari Desa Wadas. Hal ini diutarakan Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi. “Satgas kita sudah kita tarik, hanya ada beberapa anggota untuk melakukan pengamatan dan bakti sosial kepada masyarakat biar rukun kembali,” kata Ahmad Luthfi di Semarang, dilansir detikjateng, Jumat.
Ia mengatakan pengukuran lahan milik warga yang akan dijadikan lokasi tambang batuan andesit untuk urukan proyek Bendungan Bener sudah selesai. Ia mengklaim saat ini kondisi masyarakat telah normal.
“Pengukuran sudah selesai, masyarakat sudah normal,” tuturnya. Meski demikian, masih ada personel yang tetap disiagakan untuk pengamanan.
Pewarta: Zen I Redaktur: Muchlis