DBH Kaltim Tetap Minim

KLIK BALIKPAPAN – Bertahun-tahun, Kaltim terus berjuang mendapat DBH atau Dana Bagi Hasil yang adil. Setoran ke pusat termasuk paling besar dibanding banyak provinsi lain. Di tahun 2019, produksi migas Kaltim menyumbang sekitar Rp 500 triliun untuk penerimaan APBN setiap tahun.

Tapi, dana perimbangan yang diterima Kaltim hanya berkisar Rp 20 triliun. Dengan kata lain, penerimaan dana perimbangan Kaltim hanya sebesar 4 persen dari total produksi migas per tahun. Ini tidak sampai 10 persen dari sumbangan produksi migas Kaltim yang sebesar Rp 500 triliun.

Kaltim masih terus berjuang agar setidaknya bisa mendapat 50 persen dari total produksi.

Tapi sampai tahun 2021, dana perimbangan belum menyentuh 20 persen. Padahal Kaltim sebagai penghasil devisa terbesar Indonesia. Namun, DBH minyak dan gas bumi dan sumber daya alam yang diterima Kaltim masih minim, hanya 15,5 persen.

Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi membeber, APBD yang diterima Kaltim belum pernah lebih Rp 15 triliun, paling tinggi Rp 14 triliun, padahal enam provinsi di Pulau Jawa dapat mencapai ratusan triliun. Aceh dan Papua saja mendapat 70 persen.

Beberapa kali Kaltim berjuang meminta diubahnya formulasi pembagian DBH. Harapannya bisa disamakan dengan daerah otonomi khusus. Saat ini Kaltim hanya menerima 15,5 persen DBH sektor minyak bumi dan 30,5 persen untuk sektor gas bumi. Sedangkan pemerintah pusat mendapat porsi 84,5 persen untuk minyak bumi dan 69,5 persen di sektor gas bumi.

“Pemprov Kaltim pernah berjuang untuk otonomi khusus namun tidak diterima. Lalu berjuang DBH migas dan SDA dinaikkan dari 15,5 persen menjadi 30 persen tapi juga ditolak MK,” ujar Hadi.

Tidak menyerah.

Kaltim berjuang di Revisi Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD. Pada Desember 2021, UU itu telah disahkan. Tapi lagi-lagi, dana yang diterima Kaltim tetap minim.

Pada 7 Desember 2021, UU HKPD diteken Paripurna DPR RI. Aturan terkait Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil akan segera diterapkan dalam waktu dekat. DAU dan DBH ini akan dilaksanakan pada tahun 2023. Sedangkan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah paling lambat dilaksanakan dua tahun usai undang-undang ini disahkan.

Saat pengesahan, delegasi PKS Junaidi Auly mengatakan banyak pemerintah daerah yang keberatan atas pengesahan RUU HKPD. Musababnya akan mereduksi semangat desentralisasi dan meningkatkan risiko utang dengan adanya utang daerah.

PKS menilai RUU HKPD memungkinkan terjadinya penurunan semangat otonomi daerah karena cenderung memperkuat resentralisasi pemerintah pusat meningkatkan risiko utang dengan utang daerah. “Karena pemerintah kerap memaksa daerah menjalankan proyek strategis nasional ke daerah, padahal tidak semua program itu sesuai dengan kebutuhan daerah,” jelasnya.

Meski diprotes PKS, sembilan fraksi lain tetap menyetujui produk hukum ini.

Pemprov Kaltim semakin gusar lantaran perjuangan panjang mendapat keadilan DBH masih kandas. Bukan saja karena jauh dari harapan. Bahkan, DBH migas justru menyusut.  ”Yang kita kejar saat ini DBH Migas,” jelas Hadi. Untuk pajak dan retribusi yang diambil dari pengusaha, dinilainya masih kecil.

Untuk alokasi DBH migas, merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230 Tahun 2014 Tentang Perkiraan Alokasi DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Migas Tahun Anggaran 2014 yang ditetapkan pada 19 Desember 2014, pemerintah mengucurkan total Rp 36,6 triliun untuk dibagi ke daerah penghasil minyak dan gas, tanpa ada potongan cost recovery. Sebab dana itu bagian dari pendapatan migas nasional yang sudah dipotong cost recovery.

Adapun soal persentase mengacu UU 33/2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Yakni 15,5 persen untuk daerah penghasil dan 84,5 persen untuk pemerintah pusat. Jumlah ini belum final. Masih dibagi-bagi lagi.

Rinciannya, tiga persen untuk provinsi bersangkutan, enam persen kabupaten/kota penghasil, enam persen untuk kabupaten/kota lain dalam Provinsi terkait, dan sisanya sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk tambahan anggaran pendidikan dasar.

Tetapi dalam UU HKPD ada yang berubah. DBH migas yang dihasilkan dari jarak empat mil dari lepas pantai tetap diberikan sebesar 15,5 persen bagi daerah penghasil. Pembagiannya diubah.

Rinciannya, provinsi dapat dua persen, kabupaten/kota penghasil 6,5 persen, kabupaten/kota yang berbatasan dengan daerah penghasil tiga persen, kabupaten/kota lain dalam provinsi terkait tiga persen, dan kabupaten/kota pengolah sebesar satu persen.

Untuk sumber daya alam migas berjarak empat hingga 12 mil dari garis pantai, persentasenya tetap 15,5 persen. Pembagiannya juga berubah. Provinsi dapat lima persen, kabupaten/kota lain dalam provinsi 9,5 persen dan kabupaten/kota pengolah satu persen.

Produk hukum ini menegaskan, jatah pemerintah provinsi dari DBH migas semakin menyusut. Untung saja klausul itu masih bisa berubah. Dalam pasal 122 dijelaskan, persentase pembagian DBH bisa diubah dengan Peraturan Pemerintah yang sudah disetujui DPR RI melalui komisi terkait.

Alokasi DBH Kaltim 2022 terbanyak dari SDA sebesar Rp 1,921 miliar (77 persen) dan pajak Rp 562,43 miliar (23 persen). DBH SDA mencakup: DBH mineral dan batu bara sebesar Rp 1,397 miliar (56,24 persen), DBH migas Rp 322,52 miliar (12,98 persen), dan DBH kehutanan Rp 202 miliar (8,13 persen).

PP turunan UU HKPD ini ditetapkan dua tahun setelah diundangkan. Sedangkan DAU dan DBH akan dilaksanakan tahun 2023. Pemprov Kaltim tetap berharap keadilan. Berharap masih ada celah agar persentase DBH bertambah. Bukan malah menyusut, semakin mengecil.

Pemerintah sendiri mengklaim ada empat pilar penting dalam UU HKPD. Pertama, mengembangkan hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah dengan meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal.

Kedua, mengembangkan sistem pajak daerah untuk mendukung alokasi sumber daya efisien. Ketiga kualitas belanja, keempat harmonisasi belanja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Apapun itu, Kaltim tetap tidak akan menyerah.

Harapan besar pada realisasi pembangunan Ibu Kota Nusantara. Anggaran IKN diperkirakan mencapai Rp 466 triliun. Rinciannya, 19,2 persen atau Rp 93,5 triliun berasal dari APBN. Adpun 54 persen atau Rp 265,2 triliun dari skema kerja sama pemerintah dan badan usaha. Sisanya 26,2 persen atau setara Rp 127,3 triliun dari private sector, dan blended finance.

Jika IKN terealisir, jumlah DBH Kaltim yang diimpikan sangat kecil. Sebab melalui anggaran IKN, Kaltim justru berpotensi mendapat cuan ratusan triliun. Asalnya dari dana jor-joran pembangunan IKN. Tetapi, sampai saat ini calon investor terbesar IKN asal Jepang, SoftBank justru mengundurkan diri.

Pemerintah pusat sendiri masih kelimpungan dan terus memburu calon bohir IKN sampai ke Eropa, Cina  dan Timur Tengah. Berharap ada calon investor yang benar-benar bisa mewujudkan pembangunan IKN.

I Pewarta: Siska I Editor: Jihana

Exit mobile version