KLIK BALIKPAPAN – Badan Penanggulangan Bencana Daerah aka BPBD Balikpapan mencatat, banjir yang mengepung Kota Minyak pada 16 Maret 2022, termasuk banjir yang terparah sejak 10 tahun terakhir. Banjir ini termasuk siklus 10 tahunan. Banjir menerjang enam kecamatan. Terparah ada di Jalan MT Haryono, kawasan Beller, Mufakat I, dan Mufakat II.
Menurut data BPBD Balikpapan, banjir kali ini terparah setelah banjir besar tahun 2012. Dari gambar udara melalui drone tampak sebagian besar wilayah di Balikpapan terendam banjir.
Ratusan rumah terendam. Puluhan warga dievakuasi. Dari lansia sampai bayi. “Beberapa sakit sehingga dievakuasi ke puskesmas,” jelas Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Balikpapan, Usman Ali.
Musibah ini turut menyita perhatian Gubernur Kaltim, Isran Noor.
Bersama jajaran Pemerintah Balikpapan dan Forpimda mereka meninjau lokasi banjir. Isran yang didampingi Kepala Basarnas Balikpapan, Melkianus Kotta mendatangi salah satu lokasi banjir yang cukup parah di Jalan Beller, Balikpapan Kota.
Isran bilang, dalam musibah ini tidak bisa saling menyalahkan.
“Tidak ada yang disalahkan. Tapi, saya sampaikan kalau ada yang disalahkan, salahkan saya saja. Kalau hujan tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, faktor alam,” ujar Isran.
Isran akan mengupayakan bantuan anggaran khusus terkait masalah ini. Namun, tidak bisa grasa grusu. Ia hanya memastikan dana darutat yang tersedia. “Dana darurat penanganan bencana ada. Kami data lagi dengan pemda, baru kami tindak lanjuti,” ujar Isran.
Dalam tinjauan ke lokasi banjir, Isran turut memberi bantuan berupa sembako.
Banjir di Balikpapan menjadi masalah klasik yang kerap terjadi bertahun-tahun. Bahkan sejak tahun 2015, isu banjir menjadi prioritas penanganan. Kasus banjir dan titik-titiknya fluktuatif. Puncaknya terjadi pada tahun 2016, yang menyebabkan 89 kejadian dengan 53 titik banjir.
Jumlah itu menurun hampir 70 persen, setelah lima tahun kemudian. Menurut data BPPD Balikpapan, selama tahun 2021 banjir menyusut menjadi 30 kejadian. Tetapi pada tahun 2022, cakupan banjir meluas. Bahkan menjadi banjir terparah sejak 10 tahun belakangan.
Studi yang dipublikasikan dalam Jurnal Penataan Ruang (2020), menemukan 22 permasalahan terkait banjir Balikpapan. Penelitian bertajuk: Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Terjadinya Banjir di DAS Ampal/ Klandasan Besar dan Kesesuaian Program dengan Penanganannya, yang ditulis Awaliyah dkk, menganalisa faktor eksternal dan internal penyebab banjir Balikpapan.
“Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, ditemukan 22 faktor (11 faktor internal dan 11 faktor eksternal) yang dapat memengaruhi terjadinya banjir di DAS Ampal yang terkonfirmasi dari ke 4 stakeholder pemerintah menggunakan analisis Delphi,” demikian simpulan studi itu.
Faktor ini terdiri dari faktor internal yaitu kapasitas sungai, kapasitas drainase, infiltrasi tanah, tinggi aliran air, limpasan air, erosi, sedimentasi, luas DAS, bentuk DAS, topografi, morfometri, vegetasi dan faktor eksternal yaitu intensitas hujan, tata guna lahan, perilaku membuang sampah, kawasan kumuh, perencanaan sistem pengendalian banjir, pemeliharaan bendali.
Kemudian pemeliharaan drainase, jarak bangunan terhadap sungai, lokasi permukiman di sempadan sungai, serta aliran balik atau back water.
Berdasarkan hasil analisis konten dapat diketahui bahwa pemerintah mampu mengidentifikasi dan merencanakan penanganan banjir pada DAS Ampal berdasarkan faktor penyebab banjir. Artinya secara keseluruhan program penanganan banjir yang dilakukan telah sesuai dengan faktor penyebab banjir. Namun, diperoleh beberapa temuan yaitu:
Terdapat beberapa rencana yang belum ditindaklanjuti padahal rencana ini merupakan penanganan banjir berdasarkan faktor kapasitas sungai, kapasitas drainase, infiltrasi tanah, tinggi aliran air, limpasan air, erosi, sedimentasi, luas DAS, bentuk DAS, topografi, morfometri, vegetasi, curah hujan, tata guna lahan, perilaku membuang sampah, kawasan kumuh, pemeliharaan drainase, lokasi permukiman di sempadan sungai, jarak bangunan terhadap sungai, dan aliran balik.
Program yang belum ditindaklanjuti ini terdiri dari program normalisasi Sungai Ampal, pemasangan 35 flood warning system, program kampung iklim, dan program pembangunan 13 bendali pada DAS Ampal
Terdapat program yang telah dilakukan pemerintah namun program tersebut belum dapat menangani banjir di DAS Ampal. Program tersebut terdiri dari pelebaran sungai/drainase, pengerukan sedimen, evaluasi perijinan penggunaan lahan, pemberian izin operasi perusahaan dengan kompensasi, dan pelaksanaan rencana tata ruang Kota Balikpapan.
Pemerintah Balikpapan juga belum melakukan penanganan banjir dalam lingkup faktor pemeliharaan bendali.
I Pewarta: Gopek I Editor: Agung